Entri Populer

Monday 26 October 2015

Sekolah Buangan, isinya orang-orang terbuang?--Ulasan Komik School karya Yuka Takase






Dari kovernya yang manis, sudah bisa ditebak kisahnya. Dulu, pengemasan komik seperti ini, ada sampul luarnya. Dan, dilabeli; serial cantik, serial misteri, dan serial top—saya baru tau malah kalo ada serial top. 

School bercerita tentang problematika di sekolah buangan. Pada sebuah desa, hanya ada dua SMA, Nishi dan Taihei. Semua yang gagal masuk Nishi, masuk ke SMA yang tersisa, Taihei. Karena itu, sekolah ini terkenal dengan sebagai sekolah buangan.

Ayumi, salah satu murid SMA Taihei tadinya hanya gadis biasa yang menikmati masa-masa SMU. Walaupun sekolah buangan, banyak kebahagiaan kecil di sana. Hingga ada sebuah kasus. 

Anak kelas 3 SMU Taihei dikabarkan memukuli anak SMU Nishi. Akibatnya berdampak pada seluruh sekolah. Mulanya, tentu mereka membenci para pelaku pemukulan. Tapi, begitu tau alasan terjadinya pemukulan itu..., yah, wajar aja sih kalo emosi.
Ada kisah cinta bersegi-segi di dalamnya. Tentang keberanian menyatakan cinta, dan keberanian untuk tinggal atau pergi.


“Kalau cewek yang disayangi diganggu orang, mana bisa aku diam?”—Hiroshi.


Yang menarik adalah, kenyataannya, kita memang melabeli beberapa sekolah dengan label rendah. Bahwa SMA X Unggulan, sementara SMA Y tempat kumpul anak-anak nakal. 

Bayangkan bagaimana perasaan mereka sudah mendapat cap “orang terbuang”, “murid sisa”, “daripada nggak sekolah”, atau “murid nakal”, dan sebagainya, sejak mereka terdaftar sebagai murid SMA hingga mereka kelas 3 dan lulus—kalau lulus. Karena sudah telanjur dicap seperti itu, sebagian tentu memilih jalan “aman” dengan menjadi anak biasa-biasa saja, sementara sebagian lagi memilih untuk sekalian basah dengan menjadi sebagaimana label yang disematkan kepada mereka.

Kalau berbuat baik toh dikira ada maunya, dicurigai ada maksud terselubung, jadi sekalian saja bikin jengkel mereka.
Perasaan “terbuang” yang dialami murid-murid SMA inilah yang ingin disorot Yuka Takase. Menyoroti guru dan sekolah pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya.


“Oh, anak SMA X itu. Pantes. Di sana kan memang tempat anak-anak bodoh.”


Lebih luas lagi.


“Oh, rumahnya di daerah Y. Pantes. Di sana kan memang tempat tinggal preman-preman.”


Lebih luas lagi.


“Oh, orang dari provinsi Z. Ya iyalah, orang sana kan kasar-kasar.”


Dan pemukulrataan lainnya.
Jangan-jangan, kita salah satu pemberi label2 itu....

Hingga akhirnya, orang-orang itu lelah berusaha menjadi lebih baik, dan memilih “terserah”. Kalaupun berbuat nggak baik toh reaksi mereka pasti malah biasa aja, malah memaklumi.
Begitu, dah.

Tapi, di sekolah ini jadi berbeda karena mereka menolak diam saja.
Memang kenapa kalau kita dicap buangan? Kalau diam, berarti kita membenarkan mereka. Begitu kira-kira yang ingin disampaikan pembuatnya. 


“Setelah kita diwisuda... hanya kenangan sedih yang diingat! Kalian mau begitu?”—Ayumi.

“Kalau belum bergerak saja sudah putus asa, kapan mau memulainya?”—Daichi.


Ayo, mulai bergerak!
(^0^)/


Cinta di mata Anak Muda--Ulasan komik Brothers karya Sho-u Tajima






Komik ini bercerita tentang tiga anak kembar 3 dari 3 ovum yang berbeda.

Anak pertama: Shunpei Akai; Cenderung anak baek-baek idola cewek-cewek.
Anak Kedua: Kyohei Akai; Anak nakal yang lebih suka nge-band dan nggak peduli dengan sekolah.
Anak Ketiga: Anko Akai; Satu-satunya cewek dari tiga bersaudara. Imut, ceria, idola para remaja.

Ketiganya masih kelas SMP ketiga komik ini dimulai.

Ceritanya tentang cinta segitiga di antara mereka. Iya, kamu nggak salah baca. Kedua cowok itu mencintai Anko bukan sebagai cinta saudara. Melainkan cinta yang ingin menjadikan istri.

Beberapa kali baca komik Jepang dengan cerita inces, saya sempat berpikir jangan-jangan di sana memang lumayan banyak.

Dibanding kisah LGBT, incest ini menurut saya lebih aneh lagi—mungkin belum terbiasa. Nooo....

Jika mau menilik dari sudut pandang lain, kisah ini diangkat oleh pembuatnya untuk menyoroti kelabilan perasaan yang terjadi pada masa remaja, dan tentang pencarian makna cinta oleh anak-anak pada usia pencarian jati diri. 

Perasaan Shunpei dan Kyohei kepada Anko tercium oleh beberapa orang yang dekat dengan mereka—kecuali Anko. Hal ini menimbulkan beberapa konflik selain konflik antara kakak beradik yang memperebutkan adik sendiri. 

Karena Anko mau masuk salah satu SMA unggulan, kedua kakaknya untuk sementara gencatan senjata. Mereka berusaha berjuang agar bisa terus bersama Anko di SMA.

Yang paling ajaib unik adalah sikap ayah mereka, Heichi Akai. Orang ini nggak jelas kerjanya apa. Pokoknya dateng di waktu nggak terduga. Dan responsnya terhadap perasaan cinta kedua anak laki-lakinya aneh. Orang ini juga punya gaya bercanda nggak pada tempat dan waktunya, yang bikin Akai bersaudara emosi tingkat tinggi.

Kualitas gambarnya menurut saya kurang, demikian juga dengan pembagian plot. Bikin komik ini kurang nyaman dinikmati. 

Tapi, ending-nya lumayan. Ayah mereka memberi nasihat tentang makna “cinta” di hati anak-anaknya. 

Friday 23 October 2015

Baca Ulang Komik Lawas, Detektif Kindaichi (Mengenang Taman Bacaan yang Mulai Langka)

Baca Ulang Komik Lawas; Detektif Kindaichi
(Mengenang Taman Bacaan yang Mulai Langka)

Pada masa saya kuliah, di dekat kampus ada taman bacaan Cendekia—atau Cendikia, ya? Lupa.

Itu adalah surga hiburan sebelum zaman facebook dan akun sosmed lainnya berserakan seperti sekarang. Dulu..., baru ada friendster, dan mIrc—yang seangkatan, manah suaranyaaa?

Dengan mahasiswa yang kalo pake sepeda masih biasa aja, demikian juga jalan kaki, maka hiburan yang bisa dicari pun berkutat di seputaran kampus. Bagi kami, yang lebih suka baca buku baru daripada beli tas atau sepatu baru tapi nggak mampu beli, taman bacaan adalah solusi.

Harga sewa komik lama cuma 500. Bukan cuma komik, di Cendekia juga ada novel-novel dan majalah-majalah baru dengan sewa sekitar 10% dari harga asli. Kalau dirasa kemahalan—saya ngerasa kemahalan, ngahahahah—tunggu aja barang dua minggu, nanti juga masuk ke harga sewa komik lama. Tapi ya antrenya masih panjang.... Itu juga kalo komiknya nggak disikat yang minjem atau nggak disobek halaman passs banget di bagian uhuk uhuk atau nggak banyak bekas sidik jari karena peminjam sebelumnya baca komik sambil ngemil minyak goreng. 

Oke, cukup. Mending khusus taman bacaan saya bikin tulisan sendiri kayaknya.

Masuk ke Kindaichi. Ada yang nggak kenal?

Saya perkenalkan, dia adalah cucu detektif terkenal, Kosuke Kindaichi. Bakat kakeknya melengkahi satu generasi dan menurun kepada Kindaichi ini.

Karakternya sebagai detektif adalah... sedikit saru, malas belajar pelajaran formal, tapi kalo sudah terkait kasus, analisisnya bagus. Seperti detektif lain, tentu perlu ada bumbu cinta. Miyuki, teman semasa kecil Kindaichi yang menjadi pemanis dalam buku ini.

Kalau biasanya baca Conan, komik ini bisa jadi selingan...yang nggak santai. Soalnya, kasusnya selalu menyeramkan. Pembunuhan berantai yang mengandung teka-teki. 

Komik ini tamat dalam 27 seri dengan 19 kasus di dalamnya.
Banyak yang mengira, Fumiya Sato, salah satu pengarang komik ini, adalah laki-laki. Tapi, sebenarnya dia adalah perempuan.
Kalau nggak suka yang suram, Kindaichi bisa ditemui di serial lainnya. Ada Kindaichi File sama Kindaichi Case—kalo nggak salah, yang masih beredar kumplit di Gramed. Isinya lebih santai. Paling seru kalo setting-nya di sekolah. 

Saya baru selesai baca yang seri  1-27. 

Komik ini bikin ketagihan...kalo yang suka cerita detektif dan pembunuhan. Yah, baca ulang gregetnya memang beda dengan baca pertama kali. Tapi, ini bener-bener kegiatan nostalgia yang menghibur. Terkenang masa-masa berkutat dengan tumpukan komik, es teh, dan camilan di akhir pekan.
Jomblo?
Biarin.
Nggak Hang out?
Nggak masalah.
Asal ada bacaan, es teh, dan camilan—kadang cukup bacaan—weekend pasti bakal seru!
Bahagia itu sederhana. (^-^)

Terima kasih, Taman Bacaan Cendekia....
Yak, itu dulu.

Pages