Entri Populer

Sunday 1 May 2016

Cormoran Strike, Tak Sempurna Tapi Berhasil Memikat Pembaca



Fotonya burem =.=" *banting hape*


Judul: Dekut Burung Kukuk (The Cuckoo’s Caling)

Penulis: Robert Galbraith(JK Rowling)
Alih Bahasa: Siska Yuanita

Penerbit: Gramedia

Cetakan: Kedua, Januari 2014

ISBN: 978-602-03-0062-7




Cormoran adalah detektif partikelir yang baru saja diputuskan kekasihnya, Charlotte. Robin adalah gadis muda yang baru pindah dari kota kecil ke London, dan dilamar oleh kekasihnya, Mathew.


Keduanya bertemu karena Robin bekerja sebagai pegawai sementara bagi Cormoran. Temporary Solutions, kalau di sini semacam outsousrcing. Pertemuan yang saya yakin tidak akan mereka dan para pembaca lupakan. 


Pada hari kedatangan Robin, Cormoran yang nyaris jadi gelandangan karena selain didepak Charlotte yang artinya dia tidak punya lagi tempat tinggal, juga sudah terlilit pinjaman dan tunggakan, didatangi klien bernama Bristow. 


Dengan kondisi Strike yang kacau, keduanya bahkan baru berkenalan resmi setelah tragedi pertemuan yang membuat Robn bersemu merah dan klien pertama mereka berdua, Bristow, pulang.



Sempat terlintas di benak Strike untuk bergurau tentang Batman dan rekannya yang terandal, tetapi lelucon garing itu mati di bibirnya saat rona merah terang merebak di wajah Robin.—p. 52

Kasus yang diminta Bristow untuk diselidiki Cormoran adalah kematian adik angkatnya, Lula Landry, seorang supermodel. Lula diduga bunuh diri. Tapi Bristow yakin adiknya tidak mungkin melakukannya. Cormoran sebenarnya sempat pesimis, tapi karena uang yang ditawarkan tidak sedikit, maka dia memberikan jasanya untuk menyelidiki.


Prosesnya memang lambat, tapi justru wajar. Kasus itu sudah lewat 3 bulan, yang bisa dilakukan Cormoran tentu menelusur ingatan orang-orang yang tidak semuanya memiliki ingatan meyakinkan. Belum lagi, tidak semua yang terlibat mau bekerja sama dengan member bantuan bahkan meski hanya berupa percakapan. 


Tapi penyelidikan tetap memiliki kemajuan, beberapa atas bantuan Robin yang diam-diam memiliki ketertarikan dengan pekerjaan Cormoran. Misalnya, ketika mereka melakukan penyelidikan di salah satu butik, Vasthi. Meskipun sebenarnya bahkan untuk membeli ikat pinggang di sana pun mereka tidak mampu, Robin berhasil tampil meyakinkan para pelayan toko kalau mereka berduit.


Selama penyelidikan, ada beberapa tersangka yang dekat, membenci, atau orang asing yang mungkin menjadi pembunuh Lula. Belum lagi kemungkinan jika dia memang bunuh diri.


Dari pihak keluarga, Tony Landry, paman yang tidak dekat dengan Lula.

Duffields, pacar Lula yang cemburuan.

Ciara, supermodel juga.

Guy Some, perancang yang meskipun menyukai sesama laki-laki sangat protektif dengan Luna.

Bretisgui, tetangga flat yang mengejar-ngejar Lula agar main di filmnya.

Rochelle, kawan baik Lula dari kalangan orang biasa.

Belum termasuk Rochelle, salah satu orang yang bertemu Lula pada hari terakhir dia hidup.


Belum lagi sopir yang berharap jadi artis atau penjaga malam yang saat itu sedang diare.


Setelah tiga bulan, Cormoran, dibantu Robin, berusaha menemui orang-orang yang ditemui Lula pada hari kematiannya.



Kebenaran berangsur-angsur muncul dari banyaknya detail yang tidak saling terkait. Yang tidak dia miliki hanyalah bukti.—p. 325


***



Membaca Agatha membuat saya mengerti bahwa kebiasaan seseorang menunjukkan karakter tertentu. Pada tahap ekstrem, melalui Miss Marple, Agatha ingin menunjukkan bahwa bahkan perangai yang mirip menunjukkan karakter yang mirip pula. 


Hal serupa diaplikasikan oleh Holmes dalam menilai karakter orang melalui penampilan. Bahkan, hanya melalui sepatu, bahkan orang itu bisa dinilai dari mana saja.


Tapi, itu dulu.


Saya membayangkan bagaimanakah cara kerja detektif swasta—jika pekerjaan jenis ini memang masih ada—menyelidiki sebuah kasus pembunuhan. Tentu cara kerja polisi sudah lebih canggih. Tentu dengan CCTV di mana-mana dan gadget yang bertaburan, kerja polisi bisa lebih mudah. Maka mungkin para detektif swasta kebagian kerja menyelidiki perselingkuhan saja.


Hal yang terkait dengan kebiasaan dan  karakter tentu tetap berlaku. Manusia tidak banyak berubah ternyata. Tapi, teknologi?


Cormoran menunjukkannya kepada saya. Bagaimana dia menyelidiki kasus ini dari remah-remah sisa penyelidikan polisi yang sudah tiga bulan lalu. Cara mendapatkan berkas lengkap kasus itu dari polisi juga wajar saja. "Tentu saja harus begitu caranya," pikir saya ketika membacanya.
 


Nggak mungkin polisi mau ngasih berkas kasusnya begitu aja, kan?

Mulanya, saya bertanya-tanya, ini peran Robin jelas sebagai Watson bagi Sherlock atau Hastings bagi Poirot. Rekan. Atau, Tuppence bagi Tommy? Tapi, bukankah Robin baru saja dilamar sebelum pertemuannya yang menyakitkan sekaligus menggelikan dengan Cormoran? 


Jangan-jangan, buku ini bakal banyak membahas kisah cinta, nih. Iya, saya berprasangka. Tapi tetap menikmati proses kerja sama antara Cormoran dan Robin. Cara mereka saling menjaga agar tetap profesional meskipun penasaran. Dan seiring berjalannya halaman, semakin menikmati kisah asmara di dalamnya. Dan hingga review ini, masih penasaran dengan nasib Charlotte yang haus drama meninggalkan Strike—saya rasa akan saya temui di buku berikutnya. Juga, nasib Wardle dan Craven, dua polisi yang “bekerja sama” dengan Cormoran.


Kasusnya sendiri cukup menarik. Walaupun memang kalau sudah sering menyantap kisah detektif kalian bisa menebak, tapi proses Cormoran berusaha menyusun ulang kejadian pada hari kejadian tetap menarik bagi saya. Seperti kisah Agatha—saya yakin tulisan Agatha salah satu yang paling mempengaruhi tulisan Rowling di sini. *buset, ngotot* Awalnya, sepertinya ini kasus mudah saja. Namun kemudian, tiba-tiba tidak lagi. Hampir tiap orang menyimpan puzzle kebohongan demi keamanan diri sendiri. Puzzle yang membuat selaput kabut bagi kebenaran. Dan itu yang berusaha disingkap Cormoran dengan tungkainya yang tinggal satu setengah. 


Itu hal lain yang menarik. Tokoh yang tidak sempurna tapi berhasil memikat pembaca. Cormoran memang berbadan besar penuh bulu. Meskipun beberapa perempuan suka dengan tipe begini, Cormoran dibuat tidak sempurna. Dia mencintai Charlotte, dan sebelah kakinya sudah hilang.

Saya berusaha mengimajinasikan Cormoran, tapi gagal. Dan menolak jika dia seperti om-om berkuncir, sebutan saya bagi Steven Seagal. Lalu penasaran visualisasi sutradara untuk pemerannya jika difilmkan.


Tentu saja maksud saya, ketika Om-Om ini masih muda.


Sejauh ini, saya masih tertarik mengikuti petualangan Cormoran. (*)

Pages