Entri Populer

Friday 24 February 2017

Peter Nimble dan Karakternya yang Plan-Plin


Tentang Kisah Peter Nimble
Alkisah seorang bayi ditemukan terapung di dekat kapal. Berisi bayi dengan mata buta, tampaknya sudah dimakan oleh burung gagak yang ada di dekatnya. Sejak saat itu, bayi Nimble hidup luntang-luntung. Entah kenapa di kota dekat dermaga itu tidak ada panti asuhan yang layak.
Usia lima tahun, Peter yang sudah terlatih mencuri di pasar bertemu Mr. Seamus. Dan sejak saat itu, ia dilatih-paksa agar menjadi semakin ahli dalam pencurian.
Suatu ketika, Peter bertemu dengan pedagang keliling dan berniat mencuri isi keretanya. Ketika berhasil serentetan gembok yang melindungi kereta, Nimble tidak mengambil tas berisi uang. Ia tertarik pada sebuah kotak kayu kecil di dalam kereta tersebut.
Seperti kita tahu, penciuman dan pendengaran orang buta sangat tajam. Peter bisa mengendus segalanya, namun sesuatu dalam kotak itu benar-benar baru baginya.

Dan ternyata, isi kotak itu membawanya bertualang, menemukan takdirnya yang sejati--kayak disebut di blurb buku ini. 

Kemampuan penciuman Peter terlihat dalam deskripsi berikut:
“Begitu pintu tersebut membentang terbuka di depan hidung Peter, jantungnya berdegup kencang. Ia telah menghabiskan sepuluh tahun mengendus aroma perak, gading, serta batu-batu permata—namun tidak ada satu pun yang menyamai betapa berharganya harta dalam gerobak itu. Sementara si Pedagang Keliling menumpuk pendapatannya, Peter mengaktifkan seluruh indranya, menyerap semua detail gerobak itu: seberapa besar kabinnya, seberapa keras lantainya, dan seberapa banyak harta yang ada di dalam.” (hal. 35)

Tentang Kisah yang Tidak Utuh
Ada beberapa hal yang dapat menarik pembaca dalam sebuah karya. Di antaranya karakter.
Dan sayangnya, karakter Peter Nimble yang ingin digambarkan dengan unik malah jadi bumerang karena penceritaan yang tidak konsisten.
Ketika mengisi materi editing di Kampus Fiksi, saya menekankan pada keutuhan cerita dan logika di dalamnya. Baru kemudian, kalimat dan tanda baca. Karena sesungguhnya, membenahi bagian tersebut tidak terlalu sulit--kecuali jika sudah menyangkut gaya.
Saat ini, pembaca ada yang sangat riwil perkara typo dan tanda baca. Saya setuju. Jika, karya itu memang berharga. Sebuah karya yang sudah utuh dan tidak ada ketimpangan logika, apalagi memiliki gaya bercerita yang khas dan menarik, tentu layak mendapat pertimbangan editing tahap selanjutnya: kalimat demi mempertahankan gaya bahasa penulis dan tanda baca demi mempertajam suasana yang ingin dibangun oleh penulis.
See? Kerja editor semua merebah pada penulis.
Tapi, jika dalam tataran logika masih banyak bolongnya, atau naskah tersebut tidak utuh, maka otomatis fokus editor akan mengarah ke sana terlebih dahulu.
Buku Peter Nimble akan saya jadikan contoh untuk menunjukkan cerita yang tidak utuh. Kali ini, terkait dengan karakter tokoh yang tidak konsisten.

Peter Nimble yang Tidak Kadang-Kadang
Saya baru sampai pada halaman 99 ketika sudah menemukan setidaknya 3 kejanggalan berikut.

Tentang Kotak 
Dengan satu jari, Peter meraba pinggiran kotak itu. Perasaannya campur aduk, antara ingin dan takut. Dulu ia hanya berharap kotak itu berisi uang. Ternyata ia menemukan harta yang jauh melampaui bayangannya—…. (hal. 85)

Sampai pada bagian tersebut, yang terbentang di benak saya adalah: “Dulu? Bukannya dari awal sudah tau kemungkinan itu bukan uang?” Lalu saya membuka beberapa lembar ke belakang demi membuktikan—saya kadang nyolot duluan, padahal tertipu oleh ingatan—kebenaran ingatan saya. Dan ketemu.

Namun ada hal lain yang menarik perhatiannya. …, tangannya mengenai kotak kayu kecil yang polos, …. Peter menyentuh lubang kunci itu dan seluruh tubuhnya serasa bergetar. Ia tahu aroma benda inilah yang ia hirup sebelumnya (lihat kutipan di atas—hal. 35—mengenai aroma yang Peter hirup ini), sesuatu yang jauh lebih langka dari seluruh harta benda yang mengelilinginya. ….
Peter ragu. …. Itu berarti ia harus memilih. Tas penuh harta atau kotak penuh… misteri.
(hal. 37)

Begitu. Peter Nimble yang bisa mengetahui besaran uang hanya dari denting jatuhnya saja (kayak Poor Prince itu, lho), menelan kalimatnya sendiri. Ia sudah mendapat firasat atau insting, bahwa sesuatu dalam kotak itu berbeda. Ia memilih kotak kayu kecil ketimbang tas penuh uang. Bahkan, digambarkan “koin-koin meluap dari tas itu—ada cukup banyak uang untuk memuaskan Mr. Seamus selama sebulan.”
Itu kan deskripsi yang uwow banget. Dan Nimble milih mengabaikan tas itu dan menjulurkan tangan meraih kotak kayu kecil beraroma misteri. Terus kenapa harus ada kalimat di halaman 85 itu? -_-“
Kalaupun mau dibuat berbeda seputaran harta, sebajiknyalah jika di halaman 85 narator memberi tahu bahwa dulu Peter Nimble berharap is kotak itu lebih berharga dari uang—katakanlah emas permata atau batu berharga lainnya.

Benda Bundar
Setelah menolong zebra yang sedang dikerjai sekelompok preman jalanan, Nimble tahu bahwa isi kotak itu adalah bola mata. Kemudian, deskripsi yang muncul adalah….

Mata pertama dibentuk dari serbuk emas yang sangat halus. Mata kedua dari onyx hitam yang mulus. Sementara mata terakhir dari zamrud asli—permata paling murni yang pernah ia sentuh. (hal. 54)

Saya bertanya-tanya… kenapaaa… deskripsi ini tidak digambarkan di awal ketika Nimble memecahkan cangkang yang berisi bola mata-bola mata tersebut. Tentu maksud saya bukan Nimble seharusnya sudah tahu benda bulat itu adalah bola mata, tetapi bahannya.
Berikut deskripsi yang disodorkan pada awal pertemuan Nimble dan enam bola misterius tersebut.
Namun keenam isi telur ini tidak memiliki punggung, tidak punya huruf timbul, dan tidak punya tanda-tanda apa pun yang bisa membantu Peter menebak apa mereka. (hal. 42)

            Saat jumpa kita pertama, kusudah jatuh cinta Nimble dan enam isi telur tersebut, ia tidak merasakan tanda-tanda apa pun yang bisa membantunya. Setidaknya, bukankah setidaknya ia akan dapat memberikan deskripsi mengenai bahannya. Misal, ia tahu benda-benda itu dibuat dari bahan spesial, emas, onyx, dan zamrud, tapi bukan bola biasa. Dan kenapa ada orang yang mau membuat emas dalam bentuk bundar seperti ini… atau sejenisnya. Kesan pertama begitu menggoda harusnya Nimble lebih membuat kesan. Jadi, pembaca nggak berasa dapet info dadakan setelah sebelumnya hanya disebut enam isi telur. Saya—setidaknya—hanya membayangkan enam benda bundar. Selesai.
Bahkan, Peter sempat mencoba memakannya karena mengira itu telur sungguhan.
Sambil menjilat bibir, Peter memecahkan satu telur dan membiarkan isinya meluncur ke kerongkongannya.
Kerongkongan Peter tercekat karena ada benda bundar dan keras. Ada yang salah. Peter terbatuk-batuk dan memuntahkan benda itu ke cangkang telur. Ini bukan kuning telur biasa. (hal. 41)

Jadi, bagaimana bisa, saat pertemuan pertama, Peter bahkan tidak bisa membedakan telur sesungguhnya dengan benda padat yang mirip telur dari beratnya. Dan pada saat pertemuan kedua dan seterusnya, ia bisa menebak, mana pasangan mata emas, onyx, dan mana yang zamrud—yang saya duga dari beratnya.  -_-“

Terbangun Ketika Orang-Orang Tidur

Selanjutnya, ketika sampai pada bagian di bawah ini, saya tertegun.

…lebih dari sekali ia (Peter) membayangkan nikmatnya terbangun saat seisi kota tertidur lelap. (hal. 69)

Karena oh karena… bukankah memang kerjaan Nimble itu mencuri, ya? Dan sebelumnya ada penjelasan kalau dia didepak keluar untuk mencuri di malam hari. Demi meyakinkan diri, saya lagi-lagi merunut ke belakang. Dan. Ketemu.

Setiap malam, Mr. Seamus mengirim Peter ke kota untuk mencuri. (hal. 23) 
…setiap matahari terbenam, ia (Peter) akan kembali terbangun … dan ditendang keluar untuk menjalani malam dengan mencuri barang…. (hal. 24)

Saya rasa, ia sering terbangun saat seisi kota tertidur lelap. Atau maksudnya benar-benar tidak ada orang lain selain dirinya ketika ia berkeliaran?
Menurut saya, itu mengganggu. Entah jika dalam naskah aslinya ada diksi berbeda sehingga terjadi pergeseran makna.

Sebagian orang sibuk berkutat dengan kata baku-tak baku, typo, keliru tanda baca, hingga kalimat minor yang masih diperdebatkan apakah bisa disebut sebagai kalimat atau tidak. Seakan lupa, ruh fiksi ada dalam kisah yang disajikan. Bagaimana jika ada orang-orang yang ingin menyajikannya dalam bentuk tipografi macam puisi tapi tetap ingin disebut fiksi? Ya tidak apa-apa. Selama memenuhi batas unsur-unsur suatu karya dapat disebut prosa, tidak masalah menurut saya. Toh sudah banyak yang melakukannya.
Karena itulah, menurut saya, yang utama dari sebuah karya adalah keutuhan dan logika cerita di dalamnya.
Sekarang, saya sudah selesai membaca. Dan, ya, cukup menarik. Masih ada beberapa hal mengganjal, misal sering dikatakan Peter membuka gembok dengan tangan kosong (hal. 22). Saya masih tidak bisa membayangkan. Tapi baiklah, anggap saja gembok di sana berbeda dengan yang biasa saya temukan, misal gembok telepon rumah yang dulu saya akalin pake semacam lidi. Ngahahahahh…. Karena, kata-katanya adalah “membuka” dan bukan “mematahkan”.
Hal lain, ketika Peter berhadapan dengan isi kereta Peagang Keliling, dan kantong barang curiannya hanya punya tempat untuk satu barang, kenapa dia tidak menuang saja sayur-sayur lembap yang ia curi sebelumnya untuk membawa baik kotak misteri maupun tas berisi uang itu? Kan setelah itu mereka bisa membeli sayur mayur yang lebih layak—oke, bukan mereka, Mr. Seamus aja. Tapi bisa aja karena Peter yang dasarnya baik hati nggak kepikiran kayak saya.
Atau kenapa Peter yang masih bayi sampai menyusu pada kucing, padahal keberadaannya diketahui oleh seisi kota, bahkan ia diberi nama oleh hakim dan para aparat pemerintah (hal. 18). Kota macam apa tempat Peter tinggal itu? Dan hal-hal lain, yang masih bisa saya jawab dengan… “ya, mungkin…” versi diri sendiri.
Untuk karya perdana, karya Jonathan Auxier ini lumayan. Entah kalau semua hal yang saya paparkan terkait dengan penerjemahan. Seandainya, beberapa “bolong” tadi diperbaiki sebelum buku ini diluncurkan, alangkah baiknya. 


Tuesday 7 February 2017

Selamat datang di Dunia Stephen King (Review Just After Sunset, Setelah Matahari Terbenam)



Selamat datang di Dunia Stephen King

Isi buku ini adalah 13 cerita pendek yang tidak pendek. Masing-masing cerita disampaikan dengan mula-mula penjabaran situasi dan tokoh. Stephen King, seperti diakuinya di akhir buku, detail dengan penceritaan, jadi ia memastikan pembaca harus mengerti karakter tokoh dan situasi yang dihadapi tokoh.

Sudut pandang penceritaan ke-13 cerita pendek ini bervariasi. Namun, karena buku ini cukup lama saya baca—satu bulan—saya mencicil membuat ringkasan kisah. Dan ternyata saya menikmati menyampaikannya dengan cara membuat “kamu” sebagai tokoh-tokoh dalam cerita-cerita berikut.

Willa
Kereta yang kamu naiki keluar jalur. Dalam masa menunggu bantuan, tunanganmu tak tampak. Kata penumpang lain, lebih baik lupakan tunangan yang pergi tanpa pamit pada saat seperti ini. Tapi, apakah kamu rela melepasnya begitu saja? Maka, kamu pun mulai melangkah. Ke kota terdekat. Melewati rimbun hutan yang dihuni serigala.
Dan menemukan tunanganmu. Sekaligus kenyataan menyedihkan.

Gadis Roti Jahe
Kehilangan bayi yang sudah diusahakan hadir selama 4 tahun membuat hubunganmu senggang dengan suami. Membuatmu berpikir untuk menyendiri. Dan lari. Maka kau menumpang di rumah peristirahatan ayahmu di tepi pantai yang sepi—karena bukan masa liburan. Di sana, kau berlari tiap hari. Berlari dan terus berlari, berusaha menyembuhkan rasa sakit dan ingatan-ingatan tentang bayi dan kehidupan sebagai istri yang silih berganti. Ketika sudah merasa akan sembuh, kau yang penasaran dengan cerita dari penjaga jembatan mengintip ke salah satu rumah tetangga yang sedang didatangi pemiliknya. Yang kau lihat di sana membuatmu harus menghadapi mengerikannya kematian yang menyapa.

Saya nggak ngerti bagian “roti jahe” dari cerpen ini. Apakah ada yang terlewat, ya?
Ternyata, di akhir ada jawabannya dari catatan Stephen King. Karena si gadis seperti tokoh Gingerbread yang selalu berlari.


Mimpi Harvey
Suamimu, Harvey, yang mulai tampak tua terbangun. Kau, entah bagaimana, merasakan firasat buruk. Harvey menceritakan mimpinya. Mengerirkannya mimpi itu dimulai setelah dering telepon rumah berbunyi. Karena bukankah mimpi buruk sebaiknya diceritakan agar tidak kejadian? Sementara kau mendengarkan sambil mengulur ingatan. Dan sampai pada saat berharap sungguh mimpi Harvey yang buruk benar-benar tidak jadi nyata. Tiba-tiba, telepon berbunyi. Bukankah Harvey sudah bercerita, seharusnya, isi percakapan di telepon tidak akan sama dengan mimpi Harvey, kan?

Area Istirahat
Kau penulis. Sedang dalam perjalanan pulang dengan mobil. Pada suatu peristirahatan, dini hari, kau menepi untuk buang air kecil. Tanpa disangka, kau mendengar seseorang sedang menyiksa pacar—atau istrinya? Kau menimbang tindakan apa yang harus dilakukan? Bagaimana?
Langkah yang diambil tokoh ini sungguh masuk akal.

Sepeda Stasioner
Setelah pulang tempat dokter, kamu membeli sebuah sepeda stasioner. Untuk menurunkan angka kolesterol. Kau pelukis. Yang kadang2 seperti kesetanan ketika mendapat inspirasi. Tidak seperti orang2 yang memasang TV di depan sepeda itu, kau memilih melukis pemandangan. Dan mulai membangun imajinasi tentang jalan itu. Tentang orang-orang yang kau lewati ketika pulang dari tempat dokter. Terus berimajinasi sambil bersepeda, sesekali melukis, hingga nilai kolesterol turun, kau tampak lebih bugar, dan kemudian kenyataan dan lukisan melebur tak tertahankan.

Benda-Benda yang Mereka Tinggalkan
Seharusnya kamu berangkat kerja hari itu. Saat kejadian 11 September menghantam New York terjadi. Tapi, hari itu kamu memang mendapat keinginan kuat untuk membolos. Dan selamat. Beberapa tahun berlalu. Kau tiba-tiba saja menemukan benda-benda kesayangan rekan-rekan kerjamu. Padahal pintu apartemen terkunci ketika kau pergi dan kembali. Tak ada tanda-tanda orang masuk. Dan benda-benda itu nyata.

Kau coba buang, sudah. Tak berhasil.

Ketika kau mulai mendengar benda-benda itu berbisik-bisik, kau yang terbiasa sendiri akhirnya memberanikan diri berkisah kepada seorang kawan. Kawanmu menawarkan membawa salah satu benda itu. Dan jika benda itu tetap di tempatnya, artinya kau bisa tenang. Tiga hari kemudian, kawanmu mengakui. Ia bahkan bisa menceritakan detail mengenai pemilik benda itu meskipun belum pernah bertemu. Sambil mengangsurkan benda itu kembali, kawanmu yang marah dengan wajah kusut memintamu tak mengganggunya lagi.

Nah, apa yang akan kau lakukan pada benda-benda yang mereka tinggalkan itu?

Seperti pada “Area Istirahat”, Stephen King juga memberi solusi dalam cerita ini.

Sore Kelulusan
Siapa bisa menebak kapan akan datang malapetaka? Suatu sore ketika sedang merayakan kelulusan dan merencanakan masa depan, di hadapanmu terpampang pemandangan yang menunjukkan masa depanmu jauh dari yang kau rencanakan. Masih tentang 11 September.

N.
Suatu hari, kamu menerima surat dari teman masa kecilmu, adik kawan baikmu, pengagummu. Ia berkisah mengenai kakaknya, seorang psikiater yang kamu ketahui mati bunuh diri baru-baru ini. Dia bilang, kakakmu pasti terpengaruh berkas kasus N. ini. Maka, kamu pun membacanya. Sudah ada dua larangan untuk membaca apalagi membuktikan apa yang tertulis dalam berkas tersebut.

Namun, setelah kematian si pengirim surat yang ikut-ikutan mengecek lokasi di dalam berkas, kamu pun memutuskan untuk pergi. Mengabaikan tiga orang sudah mati karena melangkah ke sana. Karena logikamu tidak mungkin menerima bahwa ada semacam gerbang gaib di salah satu bukit dekat rumah masa kecil kalian.

"Kita melihat wajah-wajah orang mati sebagai semacam gerbang. Gerbang itu tertutup untuk kita... tapi kita tahu ia tak akan selalu tertutup.--p. 318"

Kucing dari Neraka
Kamu tidak mengerti apa yang ditakuti kakek di hadapanmu dari seekor kucing. Kamu seorang pembunuh profesional, dan ia minta kamu membunuh kucing yang sedang melingkar di pangkuanmu. Kamu ingin membunuh kucing itu di hadapannya, kakek itu menolak. Bawa jauh-jauh, katanya. Kucing itu sudah membunuh tiga orang penghuni rumah itu. Kakek itu, yang mengakui sempat menggunakan kucing sebagai media uji coba penelitiannya, menyebutnya Kucing dari Neraka, dikirim Tuhan untuk menghukumnya. Kamu, masih takjub mendengar kisah si Kakek, membawa kucing itu dan bersiap menerima uang mudah. Nyatanya, kucing itu sama sekali bukan lawan yang mudah.

The New York Times dengan Harga Khusus
Kamu baru selesai mandi ketika telepon berdering. Kenapa tidak ada yang mengangkat di bawah? Pikirmu. Ketika kau angkat, kau tidak mengira akan mendengar suaranya. Suara suamimu yang sedang akan dimakamkan di bawah sana. Suamimu bercerita ia berada di suatu tempat yang luas dengan baterai telepon yang minim. Kamu, setengah terisak, sambil mengingat kondisi para korban pesawat yang terbakar, tau tak ada yang bisa diperbuat untuk membuatnya kembali, lanjut berbincang. Suamimu mengingatkan mengenai jagan pergi ke toko roti di hari Minggu karena ia tau sesuatu akan terjadi tapi lupa apa.

Setelah telepon itu berakhir, hidupmu tetap berlanjut, hingga menikah lagi. Suatu ketika, kamu ingin ke toko roti, namun tidak ke toko roti langgananmu. Dan ternyata di sana terjadi kebakaran. Setelah itu, kamu mencoba menelepon nomor yang dulu memanggilmu. Ternyata… yang muncul adalah… judul cerpen ini.

Bisu
Kamu bercerita dalam bilik dosa kepada seorang pastur di sana: kau sedang dalam perjalanan panjang, seperti biasa, sebagai sopir. Hari itu, kau memutuskan menepi demi menampung seseorang yang ingin menumpang. Dari jauh, terlihat papan yang menunjukkan penumpang itu bisu. Dan ternyata, di balik papan itu, menunjukkan kalau ia juga tuli. Karena ia bisu, dan tuli, dan kau sedang pekat dengan masalah. Kau berkisah. Termasuk semua sumpah serapah.

"Dia bisu-tuli, tidakkah kau mengerti? 
Aku bisa mengatakan apa pun dan tidak perlu mendengarkan dia membuat analisis, memberi pendapat, atau menawarkan nasihat bijak."--p. 423

Dan ternyata, penumpangmu menghilang ketika kau menepi setelah buang air kecil. Tak ada yang dicuri, kecuali semacam jimat yang kau gantung di dekat kaca spion dalam. Kau tak berpikir apa-apa. Sampai kemudian kau mendapati masalahmu diselesaikan. Olehnya. Perselingkuhan istrimu dan penggelapan yang ia lakukan terselesaikan dengan damai berkat pembunuhan yang dilakukan oleh si penumpang. Rupanya ia tidak tuli. Hanya bisu.

Ayana
Kau mendapat keajaiban dari Ayana yang mampu menyembuhkan dengan sentuhan, dan mendapat panggilan untuk meneruskan mukjizat tersebut.

Tempat yang Sangat Sempit
Kamu diajak bertemu oleh saingan seumur hidup. Kamu kira, ia menyesal dan ingin berdamai. Nyatanya, kamu dipaksa masuk ke tempat yang sangat sempit. Dalam artian sebenarnya. Dalam sebuah toilet lama tak terpakai, yang dinding dan atapnya dilapis baja. Iya, kamu ditinggalkan di sana agar mati bergelimang kotoran. Tapi ternyata keinginan hidup justru meningkat ketika maut tampak dekat. Dan tebak bagaimana kamu harus berjuang agar dapat keluar dari toilet itu.


Pada bagian akhir, ada bab “Catatan Matahari Terbenam”, yang syukurlah diletakkan di akhir. Iya, saya termasuk golongan yang tidak begitu menyukai “pengantar”. Karena… merasa tidak perlu diantar. Namun jika diletakkan di belakang, tidak masalah. Toh saya sudah selesai menjelajah. Dan untunglah Stephen King tidak dalam-dalam mengulik karyanya sendiri dalam catatan ini. Ia justru menceritakan sumber inspirasi cerita-ceritanya, yang rupanya sebagian besar merupakan pengalaman pribadi yang ia perkaya.

Selamat datang, selamat memasuki dunia ala Stephen King...


Misalnya, pada cerpen “Area Istirahat” yang benar-benar ia alami, namun tanpa insiden seperti dalam cerpen. Pasangan yang bertengkar akhirnya pergi tanpa ada pemukulan. Pantas saja si tokoh adalah penulis terkenal. Iya, dia bahkan nggak repot-repot mengganti profesi tokoh. Lalu, Stephen King membayangkan. Bagaimana ya seandainya ia tidak hanya mendengar pasangan yang bertengkar di dalam toilet di area istirahat antah berantah, tapi juga mendengar kekerasan, apa yang akan ia lakukan, ya? Maka ia pun menuliskannya. Apik caranya. Dan penyelesaian yang ia gambarkan pun, seperti saya bilang sebelumnya, masuk akal.


Sungguh menarik menikmati dunia yang disuguhkan Stephen King. Dan saya paling suka dengan “Area Istirahat” dan “Bisu”. Untuk kisah mistis, “Mimpi Harvey” dan “Benda-Benda yang Mereka Tinggalkan” cukup kuat. 


Pages